Jumat, 20 Januari 2012

YOU MUST PLAY ALONG TOO (ME PART V)


You Must Play Along Too!
“Chriss!! Chris!!” kudengar namaku dipanggil-panggil.
Dengan secepat angin kusambar tasku dan berlari keluar, menuju suara yang dari tadi sudah kutunggu-tunggu. Yap, Megan. Kulihat dia sudah berdiri, berjinjit-jinjit sambil memanjangkan lehernya berusaha melihat dari pagar rumahku yang lumayan tinggi.
“Chris cepat!! Kita hampir terlambat!” ah... kata-kata yang setiap pagi diucapkannya. Haha, kita hampir terlambat. Itulah yang selalu dikatakannya saat aku keluar dari rumah.
“Kau datang pagi sekali hari ini Meg” kataku membuka percakapan sambil berjalan.
“Huh? Pagi katamu? Lihatlah siapa yang berdiri diujung jalan sana?” kata Megan sambil menunjuk Kyle  yang berdiri menunggu Bus lewat.
“Kyle!” Teriakku
Kyle menoleh, dan menatap kami dengan lesu.
“Hai...” jawabnya singkat dan mengalihkan pandangannya dari kami.
Ini aneh. Ya ini aneh. Ada yang aneh dari Kyle hari ini. Ia tidak berseri seperti biasanya.
“Ada apa Kyle? Kau terlihat lesu sekali hari ini” tanyaku menyelidik.
Kyle diam. Sesaat hening tercipta diantara kami bertiga.
“KAMI KALAH!!!!!! KAMI KALAH CHRIS!!!!!” Kyle berteriak histeris tepat didepan wajah ku. Wajahnya pucat pasi, ada lingkaran hitam di bawah bola matanya yang panjang dan suara teriakannya bergetar. Ia sungguh terlihat berantakan dalam jarak sedekat itu denganku.
“Kalah? Maksudmu apa?” tanyaku sedikit bingung.
“Kami kalah dalam pertandingan baseball melawan Sixers Middle School” katanya tercekat.
“Haa? Kenapa bisa? Tim punya kau, Jasper Turnbull dan kawan-kawannya. Tidak mungkin kalian bisa kalah terhadap Sixers”
“Tidak... Jasper dan anak-anak tahun kedua tidak ikut bermain kemarin. Kata mereka, mereka tidak mau bermain satu lapangan dengan anak-anak tahun pertama.” Terdengar nada kesal saat Kyle mengatakan hal ini.
“Haa? Memangnya ada apa dengan kalian?” tanya ku.
“Mereka menganggap kami lemah. Mungkin memang kenyataanya begitu.”
L.o.s.e.r... call the Clifford boy a L.o.s.e.r” Megan yang sedari tadi diam tiba-tiba saja menyanyikan lagu sindiran aneh untuk Kyle.
“aku, bukan pengecut. Hanya saja aku belum siap, menghadapi mereka dengan keadaan seperti ini.” Jawab Kyle dengan nada galau.
“Keadaan seperti ini?”
“Jaz itu kakak Senior kami di Elementary dulu, dia dan Kyle tidak punya batery yang kuat , mana lagi sekarang anak-anak tahun pertama kurang bisa diajak bekerja sama, tidak mungkin Jaz menerima keputusan Sir.Dale begitu saja tentang menggabungkan siswa tahun pertama dalam Tim inti.” Megan menjelaskan.
“Tunggu, aku bisa mengerti inti permasalahannya. Tapi, kenapa kau— sepertinya— kenapa kau mengetahui hal ini sampai sedetil itu Meg? Dan lagi...’Jaz’???” tanyaku keheranan.
oh... Jaz pangeran idaman ku.. sampai kapan kau akan menyadarinya?” Kyle menyeletuk balik menyindir Megan.
“Chris Bodoh!!! Aku ini manajer di klub Baseball! Makanya tentu saja aku tahu semuanya! Kyle sialan! Dia bukan pangeran idamanku!!! Dan satu lagi Chris berhentilah bersikap tidak mau tahu!!!” Megan berteriak di wajahku dan Kyle secara bergantian. Aku mematung melihat Megan yang seperti itu. Megan pun membalikkan badannya secara kasar dan menaiki Bus sekolah yang tiba. kyle memukul kepalaku dan menarikku masuk kedalam bus.
Wow... bagus sekali, sekarang bus itu penuh hanya tersisa satu tempat duduk. Dan tempat duduk itu tepat disamping singa betina yang sedang marah.  Yap disamping Megan. Kyle yang juga menyadari hal ini secara refleks berbalik dan tidak lama kemudian ia sedang memohon-mohon untuk duduk di pangkuan teman-temanku. Dasar anak aneh. Aku melemparkan pandanganku ke arah Megan dan mata kami bertemu. Ia lalu membuang Mukanya dan memanyunkan bibir bawahnya. Aku bingung, aku salah apa? Dan apa maksudnya dengan ‘bersikap tidak mau tahu’ itu. Bingung memikirkannya, aku mengambil sedikit keberanian yang tersisa untuk duduk di samping singa betina. Ya setidaknya aku tidak perlu memohon-mohon untuk duduk di pangkuan anak-anak yang lain.
Rasanya berat sekali, berat sangat sangat berat saat harus duduk dan didiamkan seperti ini oleh Megan. Aku memperhatikannya melalui ekor mataku. Damn, dia tidak berkutik sama sekali. Ia menopang wajahnya dengan tangannya mengahadap jendela bus.
“Hey, apa yang kau lihat?” aku mengangkat suara dan mencoba mencairkan suasana. Tapi... hei! Dia tidak memberikan respon sama sekali! Bahkan memalingkan kepalannya kepadaku pun tidak.
“Meg... aku rasa...” sebelum aku sempat menyelesaikan kalimatku, Megan berdiri mengangkat tasnya. Oh, ya... kita sampai.  Aku mempercepat langkahku mengejar Meg, Kyle mengikutiku dari belakang. Ia masih mendiamkan aku dan Kyle saat pelajaran sastra kuno.
Bel istirahat berbunyi. Dan, sudah kuputuskan, sepertinya aku harus meminta maaf atas kesalahan yang tidak jelas ini. Haah.. kulihat Megan masih di tempat duduknya. Aku berdiri dan menghampirinya. Kyle memberikan isyarat untuk tidak mendekatinya, tapi sepertinya sudh terlambat. Hanya tinggal beberapa langkah saja mendekati Megan, tiba-tiba ia berdiri.
“Meg!” ucapku setengah berteriak. Megan tetap saja berjalan dan mulai berlari hendak keluar dari kelas. Aku kesal diperlakukan seperti ini.
“Megan Lee!” teriakku saat ia tepat berada di ambang pintu, tanganku bergerak dengan sendirinya melemparkan Minuman kaleng milik Kyle yang berada disampingku ke pintu kelas. Megan terkejut dan membeku di ambang pintu dan tidak jadi keluar. Kyle pun menatap Megan dan aku secara bergantian dengan mulut setengah terbuka.
“Apa yang kau lakukan?! Kalau sampai kena bagaimana?!” cecar Megan dengan muka pucat pasi tetapi tetap dengan nada tingginya.
“papan atas pintu. BRAAAK” aku melemparkan lagi Minuman kalengku ke pintu kelas.
“Papan tengah pintu. BRAAAK!” kulemparkan lagi dan tepat pada sasarannya. Kulihat Megan yang ketakutan di dekat pintu melihat amukan kecilku.
“Chris...” kyle berdiri dan mencoba menahanku saat aku hendak melangkah menuju Megan. Kutepis tangannya dan aku bergegas menuju Megan.
“Bisakah kau memperlakukanku sebagai manusia?” kataku setengah berteriak sambil memukul tembok disampingnya.
“Kalau aku telah berbuat salah, aku minta maaf Meg! Tapi tolonglah dengarkan aku!!” untuk kalimat terakhir, akupun tidak sadar aku memang berteriak saat mengucapkannya. Rasanya kepalaku seperti terbakar. Emosiku seperti naik hingga ke puncak ubun-ubun, aku sendiri merasa nafasku sesak. Segera saja aku belari keluar meninggalkan Megan dan Kyle.
“Chriiiis!!!” Megan memanggilku dari kejauhan. Tapi, aku sedang tidak berminat untuk memutar kembali langkahku. Aku terus berjalan, menuju toilet. Kubanting pintu toilet sekolah dengan kasar dan memutar kran air di washtafel kucuci mukaku dan membiarkan kepalaku dibasahi dengan air. Sekalian mendinginkan kepala pikirku.

0 komentar:

Posting Komentar